Review Film 'Dua Garis Biru': Ini Yang Dibutuhkan Remaja!
Dua Garis Biru berhasil menampar prasangka buruk dari mereka yang mengira ini akan menjerumuskan ke hal negatif. Faktanya tema yang diangkat sangat relatable dengan masalah yang terjadi disekeliling kita yaitu "pernikahan dini" akibat tabunya pendidikan seks di Indonesia.
Adegan terbaik sepanjang sejarah perfilman Indonesia |
Tentu saja, puncak akting total mereka semua saat berkumpul di ruang UKS sekolah dengan shot sekuen "long take" alias tanpa putus, hal yang jarang dilakukan sineas lokal. Jelas saja aku langsung mengklaim itu sebagai best scene ever sepanjang sejarah perfilman Indonesia. Dengan emosional mereka yang memuncak membuat seisi studio membisu seketika, seakan melihat langsung pertengkaran nyata. Jujur, aku berempati terhadap seluruh karakter dalam film ini yang mana semua cast dapat memaksimalkan perannya sekalipun figuran seperti Asri Welas yang memecahkan gelak tawa satu studio.
Pujian besar dilontarkan kedapa sang sutradara Gina S Noer, yang sebelumnya hanya puas diposisi penulis naskah dengan melahirkannya film fenomenal Indonesia; Ayat-ayat Cinta. dan kini memulai debut penyutradaan yang berhasil membuka diskusi Sex Education tanpa terasa menghakimi. Mengerjakan skenario bertahun-tahun lamanya bahkan sempat stuck, pada akhirnya berbuah manis menghasilkan naskah yang padat namun tertata rapi. Seluruh dialog sangat pantang untuk diskip karna kata perkata memiliki sarat akan makna yang begitu dalam atau bisa dibilang "quotable"
"JADI ORANG TUA ITU BUKAN HANYA 9 BULAN 10 HARI. ITU PEKERJAAN SEUMUR HIDUP."
Contoh kecil quote simple tapi mengena yaitu dari Bima dan Ibunya saat berkesempatan berdiskusi berdua setelah kecelakaan itu, "emangnya ibu bisa ciuman karna nonton yang ada ciumannya?" "harusnya kita sering-sering ngobrol ini ya Bim". Sumpah, dialognya menampar banget buat kita yang jarang obrolin hal ini dengan orang tua karna masih menganggap ini memalukan. Banyak orang tua yang gak ngenalin kita tentang bagian-bagian tubuhnya ke anaknya sehingga kita mencari sendiri dan ujungnya salah kaprah. Betapa jeniusnya Gina mengeksekusi hal detil seperti ini.
Metafora dalam visual
Bukan hanya naskah yang sarat pesan, visualnya juga dapat berbicara tanpa menjelaskan. Sinematografi yang menawan yang tiap adegan sangat diperhatikan detil art departement seperti dinding kamar dara yang berisi poster-poster korea dengan selipan kata SE-MA-NGAT disaat momen doi yang lagi galaunya. Estetis namun gak lebay, bener-bener eye-catching. Bahkan visualnya menyajikan metafora-metafora seperti relasi buah stroberi dengan aborsi yang mindblowing. Mulai dari stoberi diatas perut berlanjut dijus blender sampe ditinggalin dan gak jadi diminum, pesan tersembunyi yang bermaksud bayi yang mau diaborsi berakhir tidak jadi dilakukan. Menakjubkan, benda mati berasa hidup.
Ini yang kita butuhkan!
Pengalaman nonton Dua Garis Biru tidak hanya sampai pada ketika layar bioskop mati dan kita berbondong keluar, melainkan sutradara memberi kita PR yang berat setiba dirumah dan berhari-hari untuk memecahkan seluruh pesan tersembunyi yang ada di film ini. jangan lupakan pemilihan soundtrack yang menghanyutkan bahkan terngiang-ngiang ditelinga kita. Pada akhirnya, film ini bukan hanya semata seks edukasi dengan konflik Dara dan Bima, maupun hubungan sentimental orangtua dan anak. Melainkan tentang semua manusia yang pernah salah berhak mendapatkan kesempatan kedua dan tetap ada harapan untuk mengejar mimpi.
Demi apa mereka yang “melarang sebelum tahu isi filmnya” menghalangi sebuah film yang justru menjawab kebutuhan masyarakat kita? Tuntutan tak berlandas karena sensi terhadap segala hal seks itu kian menunjukan bahwa Dua Garis Biru sangat dibutuhkan untuk ditonton.
Tanggal rilis: 11 Juli 2019 (Indonesia)
Sutradara: Ginatri S. Noer
Musik: Andhika Triyadi
Skenario: Ginatri S. Noer
Pemeran: Adhisty Zara, Angga Yunanda, Lulu Tobing, Dwi Sasono, Cut Mini, Arswendy Bening Swara.
Produser: Chand Parwez Servia, Fiaz Servia
bagus banget emg filmnya. salah satu film lokal terbaik.
ReplyDeletewalaupun banyak pro&kontra tapi film ini tetap layak di tayangkan khusus orang orang yang berfikiran luas, karena ga happyending di sini di peting hikmah kalau "itu kesalahan" yang ga patut di contoh karena bakal nyesel dan ga happy ending, keren deh pokoknya di tunggi rivewselanjutnya ❤
ReplyDeleteDengan ada nya film ini mengajari anak dalam sex education serta membimbing anak untuk tidak gampang jatuh dalam hal sex bebas 👍
ReplyDeleteFilm ini sangat cukup mendidik dan sebagai peringatan untuk generasi muda, agar tidak gampang terpengaruh dan tergoda untuk melakukan seks di luar nikah, akibatnya cukup fatal baik sosial dan individual.
ReplyDelete