Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review Serial 'Squid Game': Nggak Ada Apa-Apanya Dibanding Alice in Borderland!

Everything Wrong With "Squid Game: Season 1"

A Review by Edo Ricky

Setelah gue tamatin nih series, gue jadi tau kenapa series ini overhyped. Jawabannya cuma satu: fanbase. Udah itu doang. Sorry nih ye gue pait-pait aja, serial tema kayak gini udah BASI, namun jadi hal yang baru di Korea makanya bisa booming. Kelakukan siapa lagi kalau bukan fans kpop.. *canda, peace🙏

But seriously, nomor 1 di dunia? 100% di Rotten Tomatoes? LIKE WTF??! Ya maklum sih, kita hidup di era fandom hiburan dari Negeri Ginseng memiliki pasar yang masif. Mereka punya dedikasi yang besar ketika memuji sesuatu yang mereka sukai bahkan bisa menguasai internet untuk mem-viralkan. Jadi wajar aja Squid Game dikatakan populer saat ini karna basis fans drakor. Yang nggak wajar itu ketika kata 'terlaris' dikaitkan dengan kata 'terbaik', like dudee.. ada perbedaan besar antara dua kata tersebut, terlebih untuk sebuah produk.

Maka dari itu, yang ingin gue tekankan juga bukan sekadar basinya doang, tapi beberapa aspek utama juga menderita semacam 50:50 aka medioker. Biar lebih paham kenapa series ini gue sebut medioker, gue akan kritisi pakai rujukan komparasi biar gampang dicerna kdrama lovers. But wait, gue nggak akan bandingin dengan yang katanya diplagiatin; As the Gods Will, atau para seniornya; The Hunger Games, Battle Royale, Saw dll. Namun yang paling similar dan sering diadukan yakni AIB (Alice in Borderland) yang 10x lipat jauh lebih bagus.

Alasannya? Mari kita kupas..

  • Character. Di AIB, bayangin, cuma butuh tiga episode karakter penting dimatiin namun bisa cepat buat kita kerasa sedih. Inget, BERMODALKAN TIGA EPISODE LOH bisa begitu nge-feel sama para pemainnya. Ini bukan soal preferensi, tapi emang mutlak karakterisasinya luar biasa dengan begitu mudahnya mendobrak plot armor yang berkesan. Beda jauh dengan Squid Game, harus sampai episode ke-6 nunggu karakter mayor dimatiin. Feeling yang didapat? Nihil. Mungkin iya kurangnya galian backstory layaknya AIB yang masing-masing dapat ruang flashback. Tapi menurut gue alasan terbesarnya terletak di..,
  • Pacing. Yup, tempo atau bahasa pilemnya pace. Untuk episode 1-2 sebenarnya udah sempurna sebagai opening, tapi pas lanjut ke episode berikutnya, mulai deh terasa ada gap pada intensitas. Sederhananya gini, tiap games-nya dimulai sebenarnya kelihatan presentasinya mau dibawa thriller, tapi unsur komedi terlalu dominan sehingga ngedistrak momen-momen suspense-nya tadi. Sebenarnya nggak salah mau didominasi lucu-lucuan karna tipikal drakor emang begitu, tapi kebanyakan joke-nya salah tempat *kayak emceuh. Contoh: Udah deg-degan nih, eh malah ngelawak didukung backsound komedi pula yang berimbas bagaimana akhirnya predictable, terlebih di 5 episode awal. Baru deh episode sisanya mulai dibuat serius dan kelam yang sebenarnya gue appreciate. Tapi sayangnya momen melankolis nggak mau kalah saing, terus-terusan dijejelin tiap transisi karakter seakan ngemaksa bikin penonton sad tapi lupa fokusnya udah muter-muter.

Udah, sebenernya cuman dua alasan itu aja yang merusak. Kalau untuk akting udah solid sih bahkan sedikit lebih flow dibanding AIB. Nah tapi kan yang jadi masalahnya bukan pada akting namun karakterisasi, yang mana bersumber dari kepenulisan.. Nah iya gue tambah satu poin lagi deh..,

  • Writing. Atau kepenulisan naskah/cerita yang bisa dibilang agak malas. Perform aktornya udah pada maksimal tapi latar belakang cuman seadanya tanpa ninggalin kesan mendalam. Apalagi nih, plot twist Frontman yang gue yakin dengan gampangnya kalian tebak saat subplot polisi dimulai. Serius, foreshadowing-nya receh banget. Plot armor yang terlalu direct dalam arti penonton bisa tahu mana karakter yang lama mati sehingga elemen surprise terasa curi start. Dan banyaknya dialog yang nggak membantu character development bahkan cenderung keruh dibeberapa segmen. Belum lagi kemunculan bapak-bapak VIP yang nauzubillah cringe. Jangan lupa cliffhanger ending sejuta umat tiap genre begini: BALAS DENDAM!!11!!1

Gue kalau memposisikan diri sebagai penonton yang jarang ngenyam genre survival game, mungkin gue bakal kayak IGN yang kasi skor 9/10 untuk Squid Game tapi belum nonton AIB *mereka nggak nge-review AIB soalnya. Tapi, buat yang udah kenyang sama tontonan beginian, gue percaya 99% elu bisa nebak dengan gampang tiap plot yang berjalan. *kecuali twist si KukiraCupuTernyataSuhu yang gue akui sulit diprediksi. Sisanya ya, kentang.

So konklusinya, gue nggak bilang series ini pure jelek, tetap enjoyable kok. Walaupun visual nggak semegah AIB tapi art direction-nya unik, paduan warna-warni set yang aseli bikin eyegasm even cuman diakali CGI paket hemat. Apalagi soundtrack macam cover Fly Me To The Moon di episode awal itu perfectly balanced loh perpaduan scene-nya. Tidak dilupakan moral value yang bikin kita mempertanyakan lagi konsep benar dan salah. Cuman nih ya itu tadi, terlalu dibesarkan nyatanya B aja. Banyak yang lebih bagus dari tema serupa namun berakhir underrated dan jika disandingkan Squid Game nggak lebih dari contoh nyata produk yang kelewat overrated. Kasusnya sama kayak series Sweet Home, kebantu fans plast.. eh mff keceletot, oke dah dulu, bye.

SKOR TOTAL: 6/10

*lariiii

Edo Ricky
Edo Ricky Tergila-gila dengan film sejak mulai bisa berfikir.

Post a Comment for "Review Serial 'Squid Game': Nggak Ada Apa-Apanya Dibanding Alice in Borderland! "