Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review Film 'Joker'


Siapa sih yang gak kenal Joker? tentu semuanya tahu! karakter fiksi yang melegenda dari DC, musuh abadi Batman. Tapi kalini berbeda, tidak ada "Batman" dalam arti tidak ada sama sekali unsur "superhero" disini.
Tidak ada aksi heboh, tidak ada hiburan, tidak ada relasi apapun dengan film DC sebelumnya, hanya berdiri sendiri, murni drama-psikolog. Sebuah studi karakter yang menyelami psikologis seseorang yang berjuang untuk sembuh dari gangguan jiwanya jugapun kelamnya kehidupan, tetapi sayangnya tak didukung oleh lingkungan maupun alam semesta. Sebuah mahakarya yang mungkin bisa membangkitkan sisi terkelam—kalau penonton tak sesuai umur atau juga punya isu-isu "lain" yang dapat menelan mentah-mentah. Maka itu selalu diperingatkan untuk bijak menonton film sesuai rating.



Joaquin Phoenix (Arthur Fleck/Joker) adalah inti dari keseluruhan film ini, dari awal sampai akhir Joaquin berhasil membuat aku merasakan sakitnya pada karakter yang dia mainkan. Sedih ketika dia tertawa, senang ketika dia melampiaskan kesakitannya. Aktor yang benar-benar gila! terpesona akan luar biasa aktingnya yang terlalu mendalami, termasuk menurunkan beratnya sampai 25kg. Meski tahu rekam jejaknya doi selalu memukau dengan method acting-nya, tapi kalini seperti dipuncaknya. Oscar-worthy!

Tak dilupakan sebagai otak dalam film ini yaitu sang Sutradara; Todd Phillips juga merangkap nulis bersama Scott Silver dengan riset yang dalam menyajikan topik penting nan realistis. Tentang mental illness, kesenjangan sosial, dan juga cara kita sebagai masyarakat memperlakukan satu sama lain. Sangat relatable dengan cerminan lingkungan kita saat ini, salah satunya isu bullying. Menyadarkan perbuatan buruk kita secara sadar atau tidak kepada seseorang, berdampak ke psikologisnya yang mungkin melahirkan "Joker" lain diluar sana. Atau malah disekitar kita?



“I used to think my life was a tragedybut now I realize it's a comedy 

Meski slow-paced, jauh dari kata bosan karna cerita yang solid dengan build-up nya dan alur slowburn yang sangat rapi. Disempurnakan oleh soundtrack lawas perpadu scoring yang bikin atmosfer semakin dalam dan gelap bahkan membuat mata berkaca-kaca. Terlebih sinematografinya yang sangat apik, menggambarkan kengerian kota Gotham namun tetap artistik dengan pengambilan gambar dan warna yang kian kental 80an nya.



WE ARE ALL CLOWNS

Joker tetaplah Joker. Sejauh apa pun kita dibawa berdiri dalam persepsinya, tetap sulit untuk dipahami bahkan dipertanyakan kewarasan kalian jika terlalu jujur memaklumi semua yang dilakukannya. Karna setelah menyadari itu semua, kita merasa dipermainkan oleh pikiran-pikiran Arthur. "Kalau mereka sekali aja mau ngerasain gimana rasanya jadi orang lain. Mungkin kalau aku mati, paling mayatku cuma dilangkahi doang" ucap Arthur. Sial, kata-katanya menampar kelas sosial. Masyarakat harus dengar ini.

Penggambaran kondisi penderita gangguan mental serta cara masyarakat yang cenderung acuh tak acuh pada isu seperti ini juga begitu realistis dan dekat dengan kehidupan di sekitar kita. Menjadikan film Joker sebagai tamparan bagi dunia yang belum sepenuhnya paham tentang kesehatan mental.


Jadi, jangan pernah membiarkan depresi orang disekeliling kita makin menjadi ataupun diperparah dengan bully-an. Kita jahat ke orang lain, bisa jadi kejahatan itu akan menular. Sekecil apapun perbuatan bisa berdampak besar buat orang lain. Tidak ada orang jahat didunia ini. Memanusiakan manusia adalah kunci kehidupan.
DEPRESIF, REALISTIS, DAN MENYAKITKAN.

Tanggal Rilis: 2 Oktober 2019 (Indonesia)
Sutradara: Todd Phillips
Skenario: Todd Phillips, Scott Silver
Pemeran: Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Zazie Beetz, Frances Conroy, Brett Cullen
Produser: Todd Phillips, Bradley Cooper, Emma Tillinger Koskoff
Edo Ricky
Edo Ricky Tergila-gila dengan film sejak mulai bisa berfikir.

1 comment for "Review Film 'Joker'"