Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keluh Kesah Perjalananku Sebagai Pengulas Film Amatir

Dua tahun terakhir, tulisanku mengenai ulasan film tentang 'Dua Garis Biru' yang mendapat ratusan respon buruk ketika aku rilis di salah satu grup facebook. Namun ternyata di tahun berikutnya, tulisan tersebut bisa membawaku dalam memenangkan kompetisi 'review film' dalam ajang resmi nasional, yang bisa ku katakan 'paling bergengsi di Indonesia' karna dijuriin langsung oleh sekaliber Kemdikbud. Padahal itu tulisan kali pertamaku dalam mengulas film. 

Aku ingat betul ketika mereka (para juri) fokus me-notice diriku dibanding yang lain seakan mereka baru melihat ulasan film seperti ini bahkan aku sendiri tidak tahu apa istimewanya tulisan aku. Mereka juga mengakatan bahwa aku yang pertama kalinya dari pulau Sumatera hingga menyebut asal kota 'antah berantah'-ku yakni Binjai. Momen ini tentu jauh lebih membekas disaat aku bisa membawa nama baik kotaku, ketimbang hadiah jutaan yang dengan gampangnya mereka transfer dalam hitungan menit. 

Tak berhenti disitu, tulisan tersebut sebelumnya juga sempat di-pinned dan retweet oleh sutradaranya sendiri; Gina S Noer. Meski ini bukanlah hal yang baru ketika aku mendapatkan salam oleh sutradara film 'Keramat'; Monty Tiwa atas ulasanku terhadap filmnya, dan juga dibela seisi Quora lokal disaat tokoh di balik layar film 'Di Bawah Umur' menyanggah dan tidak terima ketika aku memberi ulasan skor 1/10 terhadap film buatannya. 

Aku nggak pernah tahu bahwa tulisan amatirku seberharga ini dimata mereka yang 'tahu'. Sebab, sepanjang aku menulis kritikan, lebih banyak cacian ketimbang pujian yang aku dapat. Belum lagi banyaknya inbox masuk yang berupa serangan mental. Masih banyak yang tidak bisa menerima ketika film favorit mereka aku katakan buruk, lebih buruknya lagi "seseorang tidak pantas menilai film jika tidak bisa membuat film", begitulah kata mereka. Dimana hal ini membuat sangat jarang ada pengulas film berkualitas di Indonesia, mereka tidak berani jujur karna mereka takut diserang. Pola pikir audiens yang tidak terbuka membuat banyak penulis masih stuck dalam zona nyaman, khususnya di negeri tercinta kita ini. 

Poinnya adalah, hal ini mungkin juga berlaku buat yang lain. Ketika kalian patah semangat menulis karna mendapatkan banyak respon buruk, bukan berarti itu akhir dari kepenulisanmu, hanya saja karyamu belum dilihat oleh orang yang lebih mengetahuinya.

Aku sangat sadar aku cuma penulis amatiran yang belum pantas memberikan saran untuk orang lain bagaimana menjadi penulis handal. Tapi izinkan aku membisikan dua buah kata di telinga kamu yang ingin menjadi penulis tapi masih ragu: KAMU BISA. 

Aku, penulis amatir yang sampai saat ini masih menjadi bulan-bulanan warganet ketika aku mengkritik film, namun di sisi lain, membuat piagam elektronikku menumpuk di google drive disaat aku adukan dalam ajang resmi. 

Kita selalu mempunyai dua sisi. Gunakan sisi terbaikmu. 

Buat diri kita bahagia dengan menulis.


Edo, 12 Juni 2021.

Edo Ricky
Edo Ricky Tergila-gila dengan film sejak mulai bisa berfikir.

Post a Comment for "Keluh Kesah Perjalananku Sebagai Pengulas Film Amatir"