Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review Film "Love": Makna Cinta Dibalut Penuh Seks

PERHATIAN: film ini hanya ditujukan untuk usia 21+. Harap bijak dan bertanggung jawab dalam menonton suatu film sesuai klasifikasi rating
Sulit untuk menentukan apakah film ini bergenre drama erotis atau pornografi (?) karna pada adegan pembukanya saja, kalian pasti langsung tercengang betapa mengejutkannya adegan ketelanjangan yang ditampilkan begitu terang-terangan. Dalam adegan tersebut, dua sejoli melakukan handjob dan fingering secara bersamaan, bahkan sampai terjadinya klimaks yang memperlihatkan sperma. Itu baru dua menit pertama, selanjutnya kalian akan disuguhi tanpa henti dengan berbagai adegan seks, alat kelamin, penetrasi dan tentunya ehem.. Sangat menyegarkan mata.

Akan tetapi, bukan hal tersebut yang menjadi topik pembahasan saya, melainkan mengulik dinamika makna cinta dengan definisi yang 'sesungguhnya' dalam film "Love" (2015) karya Gaspar Noe; sineas Prancis yang terkenal dengan film-film bergaya erotis, nudity, dan non-konvensional. Tentu dong bagi para anak hipster sinema pasti mengenal beliau karna karya-karyanya—Climax, Enter the Void, Irreversible—mendobrak norma umum bahkan berpotensi kontroversial. Saya sendiri saja kadang geleng-geleng saat menikmati sajian karyanya yang begitu nyeleneh namun sarat akan seni, membuat saya terpukau disaat yang bersamaan.

SINOPSIS

Film Love mengisahkan tentang Murphy, seorang siswa sekolah perfilman Amerika yang tinggal di Paris, memiliki pacar setempat bernama Electra. Mereka sudah menjalin hubungan selama dua tahun dan pasangan yang super aktif secara seksual. Suatu hari, dengan tujuan eksplorisasi fantasi seksual Murphy dan Electra, mereka menarik tetangga baru, Omi, dalam kehidupan seksual mereka. Keduanya sepakat untuk bersenggama dengan Omi, atau disebut 'threesome'. Mereka melakukannya dengan konsensual agar hubungan keduanya semakin hangat.

Namun tanpa disangka, kehadiran Omi akhirnya malah merusak hubungan keduanya yang sudah terjalin 'serius'. Murphy diam-diam bersenggama dengan Omi di belakang Electra yang akhirnya berujung perpisahan menyakitkan. Bahkan, Murphy pun terpaksa hidup berkeluarga dengan Omi karna 'married by accident' dan dikaruniai 1 anak. Murphy pun berjuang keras dengan pergulatan batinnya untuk lepas dari bayang-bayang kenangan cinta akan mantan kekasihnya. Kenangan itu datang kembali setelah ibunda Electra yang tak tahu menahu putrinya telah berpisah dengan Murphy dan menghubunginya karena tak mendengar kabar dari sang putri selama tiga bulan. 

Ibunya khawatir karena Electra mempunyai kecenderungan untuk bunuh diri dan meminta bantuan Muprhy untuk mencari tahu keberadaan Electra. Pergulatan batin Murphy pun dimulai ketika ia dimabuk opium peninggalan dari Electra, kenangan demi kenangan pun datang, seperti ketika ia berpetualang cinta bersama Electra. Begitu pula dengan penyesalan, bahagia, fantasi, kepuasan, sampai frustrasi yang muncul silih berganti. Hingga berujung pada satu pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi pada Electra?

ESTETIKA SEKS DALAM SEBUAH KARYA SENI

Tak perlu hipokrit, semua orang suka menyaksikan pertunjukan seksualitas, dikarnakan seks merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Termasuk saya sendiri, yang begitu mengapresiasi karya seni yang menabrak batasan normatif. Alih-alih mengharapkan kesegaran dan bergairah, justru kalian mendapati aura defresif disepanjang film ini. Memposisikan diri kita sebagai tokoh utama membuat dada semakin tersesak disaat Murphy bermonolog dengan segala kegalauan yang ia rasakan, memahami bahwa cinta yang ia rasakan terhadap Electra bukan hanya sekadar nafsu semata, namun benar adanya. Diperparah dengan scoring musik yang menghanyutkan dan bakal dipastikan terngiang-ngiang di telinga sehabis nonton.

Tidak dilupakan, kelebihan utama dalam film ini yang menjadi satu-satunya sekat pemisah antara Love dengan film porno yaitu; visual. Keindahan sinematografi yang disuguhkan sangat memanjakan mata. Permainan warna yang pekat dipadu pencahayaan yang sedikit gelap membuat karakter yang tengah melakoni hubungan seks tampak seperti objek dalam sebuah karya lukisan. Pada akhirnya tiap gerakan hubungan seksual adalah komposisi keindahan estetis, bukan semata-mata gambar untuk memancing nafsu penonton.

TOTALITAS PEMERAN DALAM ADEGAN SEKS

Film Love diperankan oleh Karl Glusman (Murphy), Aomi Muyock (Electra), dan Klara Kristin (Omi), yang mana mereka menjadi tokoh sentral dalam film ini. Meski mereka terbilang baru di industri sinema, namun mereka penuh totalitas dalam melakoni adegan bercinta. Yap, sutradaranya sendiri mengakui bahwa penggambaran adegan seks dalam film Love dilakukan pemerannya dengan gamblang dan riil, yang mana menjadi tujuannya untuk membuat film ini (Time, 2015). Menurut sang sutradara Gaspar Noe, film-film arus utama saat ini— terutama Hollywood—tak cukup menggambarkan definisi cinta dan seks. Sementara itu, sambungnya, film pornografi tak membuat definisi cinta dan seks dengan jujur. Ia juga membuat versi Love dalam konsep tiga dimensi yang membuat adegan seksnya terlihat jauh lebih nyata.

Diluar seks, narasi dalam film ini begitu minim. Obrolan yang hanya sekilas dengan rangkaian dialog lemah tanpa kemampuan mengeksplorasi karakter. Kita tidak diberi ruang untuk mengenal lebih dalam dengan tokoh-tokohnya, hanya karna disaat beberapa menit sekali muncul adegan seks. Padahal film ini memiliki plot dengan jalinan cerita yang segar. Tapi sayangnya, seks sebagai fokus utama justru mendistraksi keterikatan emosi antara penonton dengan film. Karl Glussman pun tak dapat mengimbangi totalitasnya sebagaimana ia gahar di ranjang namun datar berdialog yang mana gagal memberi suntikan emosional. Syukur-syukur kehadiran Aomi Muyock yang perakawannya begitu mirip dengan Mba Angelina Jolie, menjadi kesegaran tersendiri bagi kaum Adam.

Love is passion, love is mistakes, love is joyous, love is excess, love is tearful, love is promises, love is animalistic, love is attraction, love is erotic, love is trust, love is ecstasy, love is games, love is...
Secara keseluruhan, film Love menggambarkan betapa besarnya kuasa cinta dan seks yang tergambar hingga sang tokoh utama mengalami kehancuran yang nyata. Terlalu kejam jika menyebut film Love sebagai pornografi, dengan visual yang indah dan kedekatan secara personal, mengukuhkan esensi definisi cinta dalam film itu sendiri. Lebih kejam lagi jika membandingkan dengan Fifty Shades ataupun 365 Days yang modern-sensualnya termakan hype namun tak se-riil dan sekompleks film Love

Film Love berhasil mengkonstruksi cinta dengan persetubuhan dan menggambarkan kehidupan melalui pergulatan laki-laki dan perempuan. Bahkan interpretasi cinta dalam film Love penuh misteri nan sulit untuk dijabarkan, selaiknya Electra yang mengatakan kepada Murphy "lebih baik mati bila hubungan harus berakhir". Meski pada akhirnya, tak ada yang lebih sukar daripada diri sendiri dalam mengartikan definisi cinta yang "sesungguhnya".

Murphy: "Hey, what’s the meaning of life?" 
Electra: “Love.”

SKOR TOTAL: 7/10



Edo Ricky
Edo Ricky Tergila-gila dengan film sejak mulai bisa berfikir.

Post a Comment for "Review Film "Love": Makna Cinta Dibalut Penuh Seks"