Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review Film 'Ratu Ilmu Hitam'


Sebuah adaptasi lepas dari film horor Indonesia klasik dengan judul yang sama dan diperankan oleh sosok fenomenal yang dijuluki "The horror queen of Indonesian cinema" yaitu Suzzanna. Yang pada masa itu ditahun 1982 mendapatkan banyak nominasi festival film Indonesia dan juga berhasil menarik perhatian Internasional dengan tayangnya diberbagai negara termasuk Amerika.


Sang sutradara; Kimo Stamboel, menyajikan kekuatan film horor yang eksplisit dengan mempertunjukkan adegan sadis nan penuh darah atau disebut genre gore. Meski diadaptasi dari "cult classic horror", Kimo mengubah alur ceritanya menjadi lebih fresh agar relate digenerasi kita dengan pengambilan sudut pandang dari para korban. Berbanding balik dengan versi aslinya yang mana sosok yang diperankan Suzzanna lebih dominan. Yang membuat versi remake ini lebih terasa seperti film "Final Destination" karna melihat mereka tersiksa satu per satu seakan kita juga dipaksa merasakan posisi para korban. Berbicara Final Destination tentu tak luput dari CGI, karna CGI yang ditampilkan disini begitu memukau dikelasnya! Adegan sayatin tubuh, kelabang ataupun ulat bulu, lubang-lubang kecil alias trypopobhia, dan bahkan kepala buntung disini terlihat nyata seperti tanpa efek visual atau makeup, padahal jelas digunakan. Meski ada beberapa yang masih terlihat kasar tetapi untuk standar lokal, ini merupakan CGI terhalus sejauh ini di sinema Indonesia.

Pembangkit Selera Makan


Jika kemarin baru saja disuguhkan 'kengiluan' oleh "Perempuan Tanah Jahanam", disini lebih-lebih diperparah ngilunya dengan tambahan 'toping' mual, jijik, geli, apapun itu yang membuat kita bener-bener gelisah sesaat mata sebelah tertutup dibalik telapak tangan gemetar kita saking tidak nyamannya. Apalagi disediakan prasmanan 'Pobhia' seperti paket komplit untuk mengacak-acak perut kita ala Chef Kimo. Tidak heran kepiawaiannya Joko Anwar yang balik ke 'dapur' lagi meski hanya duduk dibangku penulis, tetapi kolaborasinya dengan Kimo — dengan karya monumentalnya; Rumah Dara (2009) — membuat para penikmat film gore seperti sebuah mimpi menjadi kenyataan melihat duo ambisius ini bersatu menyajikan 'appertizer' nan gila.


Dengan diberinya kebebasan Joko Anwar dalam penulisan alur cerita, tidak heran jika kita sebagai penonton akan menebak-nebak misteri yang menjadi twist diparuh akhir kian menambah kepuasan. Layaknya kebiasaan doi dalam karya-karya sebelumnya, termasuk demen menyisipkan kembali sebuah 'isu' yang sering dihadapi oleh perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Kali ini isu "body positivity"; penilaian negatif terhadap penampilan fisik seseorang itu bisa berpengaruh pada kesehatan mentalnya. Dari celetukan ringan hingga visual eksplisit, Joko Anwar berhasil menginterpretasikannya.

Tidak berhenti sampai disitu, kolaborasi duo apik ini juga menciptakan psikologi horor pada apa yang tak terlihat lebih creepy daripada apa yang ditunjukin nanti dilayar. Seperti suara aneh entah dari mana, jejak langkah kaki patah kian mendekat, dan tentunya music scoring disini menjadi mimpi buruk untuk kita karna atmosfir kengerian ini gak hanya datang dari layar, tetapi terasa dibelakang kuduk kita. Menjadikan pengalaman horor lokal terbangs*t sepanjang tahun ini yang gak akan bisa didapatkan jika nonton di laptop maupun hape karna sejatinya feel yang bener-bener ini hanya saat nonton dibioskop, apalagi dengan jeritan seisi studio menambah tensi surprisingly.

Kebanjiran cast


Meski paruh pertama slow-pace alih-alih mengulur elemen horor, tetap suspense berhasil hadir lapis demi lapis dinikmati berkat suguhan banyaknya jajaran pemain senior dan junior kelas atas. Ario Bayu, Hannah Al Rashid, Tanta Ginting, Miller Khan, yang mana mereka cukup apik nan kuat porsinya mengisi satu sama lain. Dipersolid oleh supporting cast yang paling ataupun selalu mencuri perhatian dimana dia berada; Muzakki Ramdhan. First impression akan dirinya di "Gundala" kini terulang kembali akibat kepiawaiannya berakting diatas rata-rata yang mengejutkan untuk seukuran bocah cilik 9 tahun, garansi masa depan cerah terjamin. Dan bahkan melampaui 'kakak-kakaknya' sekaliber Zara JKT45, Ari Ilham, dan Giulio Parengkuan. Kehadiran mereka seperti tak dibutuhkan untuk jalan cerita seakan hanya dijadikan pengeruk pasar remaja yang fanbasenya lumayan besar, meski tetaplah menampilkan performa bagus termasuk sang mantan kekasih jefri Nichol; Shenina Cinnamon berhasil dengan kemisteriusannya meski singkat.


Lagi-lagi PR berat sineas lokal dengan paruh akhirnya, terkesan buru-buru akan keambiguan set up tokoh Ratu ilmu hitam; Murni (Putri Ayudya) yang pesonanya hampir mendekati Suzzanna. Tapi dengan keeksekusiannya tetap terasa 'kurang nendang' membuat konklusi ending khalayaknya antiklimaks dengan segala narasi yang kurang tergali, menimbulkan sedikit plothole juga memungkinkan untuk membuka pintu sekuel.

Secara keseluruhan, Ratu Ilmu Hitam bukanlah menjual penampakan hantu yang menyeramkan, melainkan memaksa kita menggigit jari sekaligus menahan muntah atas adegan-adegan gore yang ditonjolkan. Menegaskan bahwa Ratu Ilmu Hitam bisa juga disebut sebagai "Komik siksa neraka live action".



Tanggal Rilis: 7 November 2019 (Indonesia)
Sutradara: Kimo Stamboel
Produser: Gope T. Samtani 
Pemeran: Ario Bayu, Hannah Al Rashid, Imelda Therinne, Miller Khan, Tanta Ginting, Salvita Decorte, Adhisty Zara (Zara JKT48), Ade Firman Hakim, Ruth Marini, Yayu Unru, Putri Ayudya, Shenina Cinnamon, Sheila Dara, Giulio Parengkuan, Ari Irham, Gisellma Firmansyah
Skenario: Joko Anwar
Perusahaan Produksi: Rapi Films
Distributor: Rapi Films
Edo Ricky
Edo Ricky Tergila-gila dengan film sejak mulai bisa berfikir.

Post a Comment for "Review Film 'Ratu Ilmu Hitam'"